Friday, January 27, 2012

DIPOLIGAMI SIAPKAH..?


Pertanyaan seperti  itu cukup sering muncul dari seorang ikhwan kepada seorang akhwat ketika mereka sedang menjalani proses menuju pernikahan. Entah itu pertanyaan iseng atau serius atau bahkan pertanyaan dalam bentuk ujian untuk mengetahui tingkat keimanan si akhwat bagaimana penerimaannya terhadap syari’at Islam. Tapi yang jelas, ketika akhwat diberikan pertanyaan “siap tidak dipoligami?” atau pertanyaan semisal yang mengarah kesana, maka yang terjadi adalah adanya konflik dalam diri si akhwat. Maka lewat tulisan yang sangat sederhana ini, saya ingin memberikan sebuah nasehat kepada ikhwan dan akhwat sekalian yang sedang menapaki perjalanan menuju pernikahan yang  saya ramu dari nasehat orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang mencintai saya karena Allah Ta’ala berdasarkan pengalaman mereka.


Teruntuk akhawatifillah..
Jika pertanyaan itu sampai kepadamu, nasehatku adalah janganlah engkau berdusta. Katakanlah sesuai dengan kemampuanmu. Untuk apa engkau berdusta, dengan mengatakan “siap” padahal engkau sama sekali tidak siap. Apakah hanya ingin agar engkau terlihat mulia di mata ikhwan tersebut karena dipandang mampu menerima semua syari’at Islam. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang zhahir dan sirr yang ada di dalam dada manusia. Lebih takutlah engkau tidak mulia di hadapan Sang Pencipta dibandingkan makhluknya yang sama sekali tidak ada apa-apanya. Kemudian ketahuilah akhwat, akan ada keburukan setelahnya jika engkau berbohong, yang pertama jelas engkau berdosa.

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya". (Q.S. Al-Isra:36) 
“Sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada kebaikan, sedangkan kebaikan menuntun menuju Surga. Sungguh seseorang yang membiasakan jujur niscaya dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemungkaran, sedangkan kemungkaran menjerumuskan ke Neraka. Sungguh orang yang selalu berdusta akan dicatat sebagai pendusta”. (Muttafaq ‘alaih)

Yang kedua, engkau akan merasa sakit hati dua kali lipat jika pada akhirnya nanti suami pilihanmu melakukan poligami sementara engkau tidak siap namun pernah melegalkan sebelumnya. Engkau  benar-benar akan menyesali apa yang telah engkau katakan sewaktu dulu.
Ya, istri mana tentunya di dunia ini merelakan sepenuh hati  suami yang sangat dicintainya bersama wanita lain. Bahkan menurut seorang ummahat yang saya kenal, yang suaminya memiliki tiga orang istri, di hati kecil beliau hanya ingin suaminya mencintai beliau saja. Namun apa daya jika Allah berkendak lain.
Seorang wanita shalihah hendaklah bertakwa kepada Allah, sabar atas ujian yang menimpanya dan ridha terhadap takdir Allah termasuk di dalamnya takdir Allah yang buruk yang menimpanya. Jika Allah mentakdirkan dia dipoligami, ya sudah, hidup harus terus berlanjut, bersabarlah dengan kesabaran yang baik. Jangan sampai dengan ujian yang menimpamu membuat kedudukanmu dihadapan Allah terpuruk. Engkau menjadi kufur terhadap nikmat suamimu, menzhalimi suamimu atau istrinya yang lain dengan lisan dan adab-adabmu, dan suatu keburukan yang nyata jika engkau sampai khulu’ tanpa sebab syar’i yang jelas. Na’udzubillah..
Perhatikanlah wahai akhwat, poligami sesungguhnya memang ada dalam syari’at Islam. Engkau tidak boleh menyangkal dengan hawa nafsumu bahwa itu bukanlah bagian dari agama kita yang sempurna ini.

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(Q.S. An-Nisa’: 3).

Masih banyak tentunya dalil mengenai poligami yang tidak akan saya kupas, karena kita tidak membahas itu disini.
Jadi katakanlah terus terang apa adanya kepadanya, jika engkau tidak siap, ya bilang saja. Begitupun jika engkau siap, bahkan mungkin yang menjadi motivator agar suamimu menikah lagi. Tidak perlu engkau bumbui penghantar menuju pelaminanmu dengan perbuatan dosa, karena dengan jujur akan menghantarkanmu kepada kebaikan dan dosa menggiring kepada keburukan. Jika sampai si ikhwan mundur karena kejujuranmu. Yakinlah bahwa jodohmu yang sudah tertulis di Lauhul Mahfuzh lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi, bukan dia orangnya. Jodoh tidak akan pernah tertukar dengan yang lain.  Tugas kita hanya ikhtiar. Dan tetaplah berhusnuzhan kepada Allah bahwa Allah akan menjodohkanmu dengan ikhwan shaleh yang lebih baik dari dia berdasarkan ilmu-Nya yang bisa menerima sepaket kelebihan serta kekuranganmu apa adanya. Mudah-mudahan Allah menganugrahi kita suami yang shaleh yang selalu bersabar atas diri kita.

Teruntuk ikhwanyfillah..
Seorang ibu single parent yang memiliki lima orang anak wanita pernah memberi nasehat mengenai masalah ini, ”... jika ada ikhwan yang bertanya demikian sebaiknya anti mundur saja... karena dia sudah merencanakan sesuatu, terprogram di kepalanya, demikian dan demikian... itu sangat menyeramkan. Ikhwan itu banyak, carilah ikhwan yang mau sayang pada diri anti, yang ingin membangun rumah tangga yang sehat dengan anti“. Ya begitulah ikhwan... itulah jawaban dari seorang ibu yang mencintai anak mereka. Lantas, apakah semua ibu/wali berpikiran demikian sama, maka tanyakanlah kepada wali calon istrimu jika engkau akan berniat untuk poligami! Posisikanlah dirimu menjadi seorang wali dari kakak perempuanmu, putrimu  ataukah ibumu, yang akan dipoligami oleh orang lain! saya sendiri belum pernah menemukan seorang wali pada zaman sekarang yang pada umumnya seorang laki-laki hanya memiliki satu orang istri, melegalkan calon suami dari perwaliannya dipoligami. (wallahu a’lam, mungkin ada, tapi saya belum pernah bentemu). Lantas apa sebabnya? Saya rasa engkau lebih mengetahui apa sebabnya...
Dari analisis saya, opsi mengapa engkau mengajukan pertanyaan demikian hanya ada tiga bentuk, seperti yang telah saya ungkapkan di atas. Yaitu: bentuk pertanyaan iseng, bentuk pertanyaan serius atau bentuk pertanyaan ujian. Namun semua wali dari pihak wanita akan menganggap itu adalah pertanyaan serius.
Jika itu adalah bentuk pertanyaan iseng, maka saya merasa aneh sekali, kepada ikhwan yang meluncurkan pertanyaan demikian.. Saya heran mengapa sesuatu yang serius muncul pertanyaan iseng, untuk apa pertanyaan itu keluar? Apakah untuk dipamerkan kepada teman-temanmu bahwa calon istrimu orang yang begini dan begitu (seperti yang pernah diceritakan oleh seorang ummahat kepada saya, ada seorang ikhwan yang menceritakan calonnya kepada teman-temannya dengan pertanyaan-pertanyaan isengnya)? Tak perlulah engkau begitu ikhwan.. jika engkau dapat merasakan rasa manis, asin, asam begitu pula saudaramu, maka jika mereka merasa sakit, maka itu juga sakit untuk dirimu. Jadi, jadikan tolak ukur rasa sakit kepada dirimu sebelum engkau berikan kepada orang lain. Jika wanita tahu, sesungguhnya hal yang engkau lakukan hanya membuat sakit hati mereka. Maka sekali lagi, janganlah engkau lakukan.Engkau juga tidak mau bukan privacy mu disebar-sebarkan.
Kemudian, Jika pertanyaanmu adalah serius, maka ini adalah pilihanmu. Engkau tidak melanggar syari’at tentunya. Engkau lebih mengetahui maslahat dan madharatnya ketimbang orang lain, karena engkau mengetahui keadaan dirimu sendiri. Namun, camkan wahai ikhwan, musibah terbesar bagi seorang istri adalah ketika suaminya berpaling darinya. Pikirkanlah lagi mashlahat dan madharatnya berkali-kali jika engkau ingin berpoligami.
Saya mengutip sebuah kisah yang pernah disampaikan oleh al-Ustadz Abu Haidar as-Sundawy hafizhahullahu pada suatu daurah. Ada seorang pasutri yang baru menikah beberapa minggu, ketika si suami pergi ke luar kota karena urusan pekerjaan, ia mendengar kabar bahwa ayah dari istrinya meninggal dunia. Si suami bingung, bagaimana menyampaikan kabar kepada istrinya agar dia tidak bersedih, karena istrinya itu memiliki hubungan yang sangat dekat dengan ayahnya. Berpikirlah ia, sampai ia menemukan suatu ide..
Ketika ia sampai ke rumah dan bertemu dengan istrinya. Ia berkata ingin menyampaikan suatu kabar kepada istrinya. Lalu yang ia sampaikan kepada istrinya adalah bahwa ia akan menikah dengan wanita lain (berpoligami). Pada saat itu juga istrinya langsung menangis sejadi-jadinya, ia terus bertanya mengintrospeksi dirinya, hingga sampai  larut malam pun ia tidak tidur dan terus menangis. Kemudian, keesokan subuhnya si suami berkata  kepada istrinya bahwa ia tidak jadi poligami, bahwa yang sebenarnya kabar yang ingin ia sampaikan adalah bahwa ayah istrinya telah meninggal dunia. Spontanlah istrinya langsung sumingrah (sangat bahagia) dan berkata alhamdulillah... tersenyum lebar.. dan ia melupakan kesedihan kepergian ayahnya.
MasyaAllah, dari kisah di atas kita dapat mengambil ibrah, bahwa sesungguhnya orang yang paling dekat dengan seorang istri adalah suaminya. Seorang istri yang shalehah dia akan berusaha menjadikan rumah sebagai surga dunia untuk suaminya, memberikan semua apa yang diinginkan suaminya, melakukan semua hal yang terbaik untuk suaminya dan akan sangat mencintai suaminya. Dan ternyata kenyataannya, banyak yang menganggap musibah terbesar adalah berpalingnya suami dari dirinya, dibandingkan kepergian orang yang dicintai selain suaminya. Wallahu a’lam.
Saya juga mengutip sebuah pembahasan yang sangat menarik dari ustadz Firanda Andirja hafizhahullahu dalam ceramahnya ketika ada pertanyaan dalam masalah poligami. Beliau berkata, mengingatkan kepada para ikhwan untuk kembali memperhatikan hadist Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

يا معشر السباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء
“Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang mampu menikah,  maka menikahlah, karena ia lebih dapat membuatmu menahan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa tidak mampu menikah maka berpuasalah, karena hal itu baginya adalah pelemah syahwat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Beliau berkata, bahwa hadist di atas tidak hanya untuk menikahi istri pertama saja. Begitu pulalah berlaku untuk istri kedua, ketiga, dan keempat. Berpuasalah jika engkau tak mampu menikah dengan istri kedua dan seterusnya. Karena, pada dasarnya kehidupan rumah tangga tidak terbatas pada  –maaf— jima’, jima’ dan jima’. Tapi ada hal yang lebih krusial yaitu mendidik istri dan keluarga, menggiringnya untuk semakin bertaqwa, kemudian masa depan anak-anak, pendidikan mereka, pakaian, makanan, tempat tinggal dan sebagainya yang masih banyak lagi perlu difikirkan dan diperhatikan bersama istrimu. Engkau merasakan lapar dan haus begitu pula istrimu, engkau memiliki nafsu, istrimu juga sama. jadi sekali lagi perlu benar-benar engkau fikirkan untuk semakin jauh melangkah lalu menjatuhkan pilihan untuk poligami. Wallahu a’lam.
Itu mungkin nasehat saya terhadap motif-motif pertanyaan ikhwan yang serius akan berpoligami, dan terakhir, jika pertanyaanmu kepada calon istrimu adalah hanya untuk menguji keimanannya. Saya rasa pandanganmu tidaklah bijak, wahai  ikhwan.. Perhatikanlah hal yang lebih zhahir yang ada pada dirinya. Jika engkau hanya menentukan satu indikator saja terhadap suatu masalah yang kompleks (keimanan) maka indikator tersebut tidak akan tercover mewakili dan menggambarkan imannya tersebut. Saya rasa tidak adil, jika seorang ikhwan mundur hanya karena pertanyaan ujian siap tidaknya dipoligami, si akhwat menjawabnya “belum mampu” dan engkau men-judge si fulanah imannya kurang. Hmmm..
Kenapa engkau tidak bertanya hal yang lebih kompleks saja sekalian, bagaimana shalatnya, shaumnya, ibadah sunnahnya, bacaan Al-Qurannya, hubungannya dengan keluarganya, saudaranya, kerabatnya, infaqnya, atau engkau bisa memberikan suatu studi kasus yang kira-kira engkau biasa menentukan bagaimana ketinggian agama dan akhlaknya.
Jika mungkin kalian belum tahu, boleh ternyata wanita mengajukan agar dia tidak dipoligami, penjelasannya bisa kalian baca di http://konsultasisyariah.com/asal-tidak-dipoligami
Inilah nasehat saya untuk ikhwan, jika pertanyaanmu bukanlah bentuk pertanyaan serius, maka tak perlu engkau bertanya demikian, agar tidak timbul madharat untuk dirimu sendiri. Namun jika itu adalah bentuk pertanyaan serius, maka sampaikanlah, agar calon istrimu tahu dan memiliki bekal kesabaran ketika berumah tangga denganmu. InsyaAllah, banyak wanita shalehah di muka bumi ini yang dengan keimanannya yang kuat dan kesabarannya yang luar biasa mau berbagi orang yang paling dicintainya dengan saudaranya yang lain.
Mudah-mudahan nasehat ini bermanfaat. Mohon maaf jika ada hal yang kurang pas dan salah. Silahkan jika ingin memberi nasehat kembali kepada saya. Wallahu a’lam bish shawab.

Diselesaikan di penghujung kamis sore yang tentram sambil menunggu adzan magrib, di lingkungan yang penuh barakah di Yayasan As-Sunnah Cirebon.

6 comments:

  1. pertanyaan seperti itu menguji iman,,,
    aku mah tidak siap ah hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. heheh.. iya nda.. gak apa2 gak siap juga.. banyak juga ko ikhwan yg ngga mampu poligami...

      wets,, nda udah gede sekarang mah.. sejak ummy tinggalkan... :)

      Delete
  2. Ada beberapa para ulama berselisih tentang permasalahan ini,.
    Madzhab Hanbali membolehkan persyaratan seperti ini,
    Madzhab Hanafi persyaratan jika seorang wanita mengajukan sebagian maharnay
    Madhzab Maliki Persaratan ini adalah makruh hukumnya
    Madzhab Syafii berpendapat bahwa persyaratan ini tidak diperbolehkan

    Dari sini nampak bahwa jumhur ulama memandang bahwa persyaratan seperti ini (agar sang suami tidak berpoligami) merupakan persayratan yang sah dan diperbolehkan.

    Kesimpulannya adalah hendaknya ikhwan yang hendak menikah agar tidak mengajukan persyaratan kepada wanita (untuk dipoligami) jika ingin mengukur tingkat keimanan kita,.karena hal ini dapat menjerumuskan diri dalam kesulitan bagi mereka,..
    yang sungguh disayangkan adalah masih banyaknya para lelaki yang berpikiran bahwa alasan utama mereka menikah adalah agar tidak terjerumus kedalam dosa(persoalan syahwat) tanpa mempertimbangkan hal yang lainnya.Jazakillah khayron atas nasihatnya my Lovly friend ^_^ <3

    ReplyDelete
    Replies
    1. hmmm... ega... mudah-mudahan Allah memberikan suami yang baik agamanya, baik akhlaknya, pinter ilmu dunia dan diniyahnya, cakep, kaya harta dan hatinya buat ega... Aamiin..

      wa jazakillahu khairaa ukhty karimah... uhibbuki fillah.. :)

      Delete
  3. Hm, jadi inget cerita tetehku waktu itu...ups, hehe
    jazakillahu khairan atas setiap nasehat yg teteh berikan ke anah..
    Miss u <3

    ReplyDelete
  4. wa jazakillahu khaira.. adikku...
    miss u too.. barakallahu fik..

    ReplyDelete