Friday, November 25, 2011

TERAPI CINTA BERDASARKAN SUNNAH (Bagian 1)

 
بسم الله الرحمن الرحيم


Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala Tuhan semesta alam. Dan kepada Nabiyullah Muhammad shallallahu 'alahi wa sallam semoga senantiasa terlimpahkan shalawat dan salam yang telah membawa cahaya terang kepada manusia menuju jalan yang haq.
Pada kesempatan yang Allah berikan pada tulisan saya kali ini, saya mencoba belajar menterjemahkan sebuah kitab yaitu at-Tibun Nabawi yang ditulis oleh seorang ulama besar Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullahu yang dibantu diterjemahkan oleh teman-teman sema’had dan sekajian yang kebetulan belajar bahasa arab bersama karena kemampuan penulis yang masih sangat terbatas.
Penulis mempost tulisan ini dalam beberapa bagian, supaya tidak membosankan dan terlalu panjang. Penulis tertarik menterjemahkan bahasan dalam kitab ini yaitu “Bimbingan Nabi dalam Mengobati Penyakit Kasmaran” yang terdapat dalam juz I halaman 208 dalam kitab tersebut, karena menyikapi remaja saat ini baik itu orang awam maupun yang sering pergi ngaji sekalipun, atapun yang sudah menikah, banyak dilanda virus kasmaran (Al-Isqun). Banyak yang belum faham, mereka menyamaratakan semua jenis cinta, yang akibatnya mereka menganggap semua jenis cinta adalah suci karena diciptakan oleh Allah Ta’ala. Akibatnya, mereka terperangkap dan terjatuh dalam kesyubhatan yang melemparkan mereka dalam kebinasaan karena mereka sejatinya bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Wal’iyadzubillah
Mudah-mudahan dengan tulisan ini, menjadi nasehat untuk kita semua pada umumnya dan penulis pada khususnya. Sehingga kita dapat mengetahui dan mengobati bagi siapapun yang terkena virus merah jambu ini. Jika terdapat kesalahan penulisan/terjemahan mohon koreksi dan nasehatnya dari pembaca. semoga tulisan ini bermanfaat.
-->
فصل: فى هَدْيه صلى الله عليه وسلم فى عِلاج العشق
هذا مرضٌ من أمراض القلب، مخالفٌ لسائر الأمراض فى ذاته وأسبابه وعِلاجه، وإذا تمكَّنَ واستحكم، عزَّ على الأطباء دواؤه، وأعيا العليلَ داؤُه، وإنَّما حكاه اللهُ سبحانه فى كتابه عن طائفتين من الناس: من النِّسَاء،
وعشاقِ الصبيان المُرْدان، فحكاه عن امرأة العزيز فى شأن يوسفَ، وحكاه عن قوم لوط، فقال تعالى إخباراً عنهم لمَّا جاءت الملائكةُ لوطاً: {وَجَاءَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ يَسْتَبْشِرُونَ قَالَ إنَّ هَؤُلآءِ ضيفىَ فَلاَ تَفْضَحُونِ وَاتَّقُواْ اللهَ وَلاَ تُخْزُونِ قَالُواْ أَوَ لَمْ نَنْهَكَ عَنِ الْعَالَمِينَ قَالَ هَؤُلآءِ بَنَاتِى إن كُنْتُمْ فَاعِلِينَ لَعَمْرُكَ إنَّهُمْ لَفِى سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ} [الحجر: 68-73]
وأمَّا ما زعمه بعضُ مَن لم يقدرسولَ الله صلى الله عليه وسلم حقَّ قدره أنه ابتُلِىَ به فى شأن زينب بنت جَحْش، وأنه رآها فقال: "سُبحانَ مُقَلِّبِ القُلُوبِ". وأخذتْ بقلبه، وجعل يقول لزيد بن حارثةَ: "أمْسِكْها" حتى أنزل الله عليه : {وَإذْ تَقُولُ لِلَّذِى أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللهَ وَتُخْفِى فِى نَفْسِكَ مَا اللهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللهُ أَحَقُّ أَن تَخْشَاهُ} [الأحزاب: 37]، فظنَّ هذا الزاعمُ أنَّ ذلك فى شأن العشق، وصنَّف بعضهم كتاباً فى العشق، وذكر فيه عشق الأنبياء، وذكر هذه الواقعة، وهذا من جهلِ هذا القائل بالقرآن وبالرُّسُل، وتحمِيلهِ كلامَ الله ما لا يحتمِلُه، ونسبتِه رسولَ الله صلى الله عليه وسلم إلى ما برَّأَه الله منه، فإنَّ زينبَ بنت جحش كانت تحتَ زيدِ بن حارثةَ، وكان رسولُ الله صلى الله عليه وسلم قد تبنَّاه، وكان يُدعى "زيد بن محمد"، وكانت زينبُ فيها شَممٌ وترفُّع عليه، فشاور رسولَ الله صلى الله عليه وسلم فى طلاقها، فقال له رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: "أَمْسِكْ عليكَ زوجَكَ واتَّقِ الله "، وأخفى فى نفسه أن يتزوَّجَها إن طلَّقها زيد، وكان يخشى من قالةِ الناس أنه تزوَّج امرأة ابنه، لأن زيداً كان يُدعى ابنَه، فهذا هو الذى أخفاه فى نفسه، وهذه هى الخشية من الناس التى وقعت له، ولهذا ذكر سبحانه
هذه الآية يُعَدِّدُ فيها نعمه عليه لا يُعاتبه فيها، وأعلمه أنه لا ينبغى له أن يخشى الناسَ فيما أحلَّ الله له، وأنَّ اللهَ أحق أن يخشاه، فلا يتحرَّج ما أحَلَّه له لأجل قول الناس، ثم أخبره أنه سبحانه زوَّجه إيَّاها بعد قضاء زيدٌ وطرَه منها لتقتدىَ أُمَّتُه به فى ذلك، ويتزوج الرجل بامرأةِ ابنه من التبنِّى، لا امرأةِ ابنه لِصُلبه، ولهذا قال فى آية التحريم: {وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ} [النساء:23]، وقال فى هذه السورة: {مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ} [الأحزاب: 40]، وقال فى أولها: {وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ، ذَلِكُمْ قَوْلُكُم بِأَفْوَاهِكُمْ} [الأحزاب: 4]، فتأمَّلْ هذا الذبَّ عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، ودَفْع طعنِ الطاعنين عنه، وبالله التوفيق.
نعم.. كان رسولُ الله صلى الله عليه وسلم يُحِبُّ نساءه، وكان أحبَّهن إليه عائشةُ رضى الله عنها، ولم تكن تبلُغُ محبتُه لها ولا لأحد سِوَى ربه نهايةَ الحب، بل صح أنه قال: " لو كنتُ مُتَّخِذاً من أهل الأرض خليلاً لاتَّخَذْتُ أبا بكرٍ خليلاً "، وفى لفظ: " وإنَّ صَاحِبَكُم خَلِيلُ الرَّحْمَن ".



Bab: Bimbingan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam pengobatan kasmaran
Ini adalah salah satu penyakit khusus dari penyakit hati, berbeda dengan penyakit lainnya dari segi bentuk, penyebabnya dan pengobatannya. Jika sudah terkena, sulit bagi para dokter untuk mengobatinya dan penderitanya sulit disembuhkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkisahkan penyakit ini dalam kitab-Nya Al-Quran tentang dua tipe manusia: pertama, wanita dan kedua pecinta anak laki-laki yang tampan (mardan). Allah Ta’ala mengisahkan istri Al-Aziz yang mencintai Yusuf dan Allah juga mengisahkan mengenai kaum Luth. Allah mengabarkan kedatangan para malaikat kepada kaum Luth:
{وَجَاءَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ يَسْتَبْشِرُونَ قَالَ إنَّ هَؤُلآءِ ضيفىَ فَلاَ تَفْضَحُونِ وَاتَّقُواْ اللهَ وَلاَ تُخْزُونِ قَالُواْ أَوَ لَمْ نَنْهَكَ عَنِ الْعَالَمِينَ قَالَ هَؤُلآءِ بَنَاتِى إن كُنْتُمْ فَاعِلِينَ لَعَمْرُكَ إنَّهُمْ لَفِى سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ} [الحجر: 68-73]
Dan datanglah penduduk kota itu (ke rumah Luth) dengan gembira (karena) kedatangan tamu-tamu itu. Luth berkata, “Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka janganlah kamu memberi malu (kepadaku), dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina.” Mereka berkata, “Dan bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) manusia?” Luth berkata, “Inilah puteri-puteri (negeri) ku (kawinlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal).” (Allah berfirman), “Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan).” [Al Hijr : 67-72]
Ada sebagian kelompok orang yang tidak tahu cara menempatkan kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara benar. Mereka menganggap Rasulpun memiliki penyakit ini ketika melihat Zainab binti Jahsy, dengan berkata kagum “Maha Suci Allah yang membolak-balik hati”, sejak saat itu Zainab mendapat kedudukan di hati Nabi. Sehingga beliau berkata pada Zaid bin Harits “Tahanlah ia di sisimu”, hingga Allah menurunkan ayat kepada Rasul
{وَإذْ تَقُولُ لِلَّذِى أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللهَ وَتُخْفِى فِى نَفْسِكَ مَا اللهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللهُ أَحَقُّ أَن تَخْشَاهُ} [الأحزاب: 37]
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya,”Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. [Al Ahzab:37]
Sebagian orang beranggapan, ayat ini berkenaan kisah kasmaran Nabi. Bahkan ada penulis yang mengarang buku khusus mengenai kisah kasmaran para nabi dan meyebutkan kisah Rasulullah ini di dalam bukunya. Hal ini terjadi, karena kejahilannya terhadap kedudukan Al Quran dan para rasul. Hingga memaksakan kandungan firman Allah dengan apa yang tidak layak dikandungnya. Menisbatkan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang seolah Allah menjauh dari diri Beliau. Padahal kisah sebenarnya, bahwasannya Zainab binti Jahsy adalah istri Zaid Ibn Haritsah (bekas budak Rasulullah) yang diangkat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai anak dan dipanggil dengan “Zaid Ibnu Muhammad”. Zainab merasa lebih tinggi kedudukannya dibandingkan Zaid. Zaid datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam minta saran untuk menceraikannya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata “Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah”. Nabi tahu dan menyembunyikan dalam dirinya untuk menikahi Zainab yang diceraikan Zaid. beliau takut akan cemoohan orang-orang jika mengawini wanita bekas purtanya, karena Zaid adalah anak angkatnya. Inilah yang ditakutkan Nabi di dalam dirinya. Ini adalah ketakutan Nabi yang terjadi padanya dari orang-orang. Dan telah disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ayat ini menyebutkan nikmat yang diberikan oleh Allah kepada Nabi dan memberitahukan bahwa tidak semestinya takut kepada manusia dalam hal yang Allah halalkan baginya. Karena sesungguhnya Allah yang haq untuk ditakutinya. Jangan sampai menghindari apa yang dihalalkan-Nya karena takut gunjingan manusia. Kemudian akhirnya, Allah memberitahukan bahwa Alalh yang langsung akan menikahkannya setelah Zaid menceraikannya. Agar beliau menjadi contoh bagi ummatnya boleh menikahi bekas istri anak angkat. Adapun menikahi bekas istri anak kandung, maka haram sebagaimana firman Allah:
{وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ} [النساء:23]
dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu). [An Nisa’ : 23]
Allah berfirman dalam surat ini.
{مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ} [الأحزاب: 40]
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu [Al Ahzab : 40].
Allah berfirman di awal surat ini.
{وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ، ذَلِكُمْ قَوْلُكُم بِأَفْوَاهِكُمْ} [الأحزاب: 4]
Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. [Al Ahzab : 4].
Perhatikanlah bagaimana pembelaan Allah terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, dan bantahan terhadap orang-orang yang mencelanya. Wabillahi at-taufiq.
Benarlah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencintai istri-istrinya. Aisyah radhiyallahu ‘anha adalah istri yang paling dicintainya. Namun kecintaannya kepada Aisyah dan kepada lainnya tidak dapat menyamai cinta kepada Rabbnya sebagai cinta yang tertinggi.
Dalam hadis shahih.
" لو كنتُ مُتَّخِذاً من أهل الأرض خليلاً لاتَّخَذْتُ أبا بكرٍ خليلاً "، وفى لفظ: " وإنَّ صَاحِبَكُم خَلِيلُ الرَّحْمَن ".
Jika aku dibolehkan mengambil seorang kekasih dari salah seorang penduduk bumi, maka aku akan menjdikan Abu Bakr (sebagai kekasih)”. [HR.Bukhari 7/15 dan Muslim (2384)] dan dalam lafazh lain: “Sesungguhnya kekasihmu adalah khalil ar-rahman (kekasih Allah)”

No comments:

Post a Comment